RAKYAT.NEWS, MAKASSAR – Gugatan hukum yang dilayangkan oleh lima eks Staf Khusus Gubernur Sulawesi Selatan terhadap media online dan wartawan di Pengadilan Negeri (PN) Makassar kini memasuki sidang pembacaan gugatan perdata dengan nomor gugatan 3/Pdt.G/2024/PN Mks, Selasa (20/2/2024).

Para tergugat, yakni media online Inikata.Co.ID sebagai tergugat pertama, Burhan sebagai tergugat 2, Media online Herald.ID sebagai tergugat 3 beserta dan wartawannya Andi Anwar, turut tergugat yakni Aruddini.

Para penggugat yakni Muh Hasanuddin Taiben, Andi Ilal Tasma, A Chidayat Abdullah, Arif dan Arman.

Kuasa Hukum tergugat 3 dan 4 dari LBH Pers Makassar, Firmansyah menilai, gugatan dari penggugat mempunyai niat membangkrutkan media dan wartawan terkait dan itu menjadi presedent buruk di negara demokrasi yang salah satu pilar demokrasi adalah pers.

Sebab, tuntutan ganti kerugian dialamatkan tuntutan kerugian materil dari penggugat terhadap tergugat 3 dan 4 sebesar Rp100 miliar dan tuntutan kerugian in materil terhadap tergugat 1 sampai 4 senilai Rp500 miliar. Begitu juga dengan tuntutan ganti kerugian terhadap tergugat 1 dan 2 senilai Rp100 miliar.

“Dengan nilai tuntutan kerugian tersebut berpotensi membangkrutkan perusahaan pers. Terlebih lagi kepada klien kami yang merupakan wartawan dan ini kami melihat ada upaya pembangkrutan dan pemiskinan terhadap perusahaan media dan wartawannya yang digugat,” kata Firmansyah seusai sidang.

Firmansyah mengatakan, menghargai setiap warga negara punya hak untuk melakukan upaya hukum. kliennya telah melaksanakan tuntutan hak jawab dan klarifikasi dari Pihak Penggugat sesuai dengan rekomendasi Dewan Pers. Dengan adanya penilaian Dewan pers untuk melakukan hak jawab, maka mestinya sengketa karya jurnalistik itu selesai.

“Klien kami sudah memenuhi tuntutan hak hukum berupa hak jawab dan klarifikasi, sehingga bagi kami dengan terbitnya hak jawab atas rekomendasi dewan pers itu seharusnya sudah tidak ada masalah secara hukum karena hak dia untuk mendapatkan klarifikasi dan hak jawab itu sudah dilaksanakan klien kami,” tegasnya.

Lanjutnya, sehingga dalam konteks hukum sudah selesai karena mekanisme itu telah diatur dalam UU nomor 40 tahun 1999 tentang pers.

Sementara itu, Kuasa hukum penggugat para penggugat, Murlianto mengatakan, hak jawab atas sebuah pemberitaan yang menyudutkan pihaknya, seharusnya dilakukan sebelum berita itu terbit.

“Hak jawab ini dilakukan sebelum berita itu naik. Bukan saat nanti ada perintah bahwa Dewan Pers dilakukan. Itu tidak,” katanya.

Dia melanjutkan, berita dibuat seharusnya adil, dalam arti tidak menyudutkan salah satu pihak.

“Ini juga jadi pembelajaran teman media membuat pemberitaan yang fair. Jangan seolah narasumber yang kita jadikan berita, karena itu jadi menang. Tapi kita harus melakukan berita perimbangan,” jelasnya.

Atas pemberitaan yang ditayangkan Herald Sulsel bertajuk “ASN yang Dinonjobkan di Era Andi Sudirman Sulaiman Diduga Ada Campur Tangan ‘Stafsus'” pada 19 September 2023, kata Murlianto, pihaknya melakukan gugatan dengan total Rp700 miliar.

Ia enggan merinci total uang gugatan itu. Semuanya, kata dia, akan diungkap di persidangan.

“Itu punya hitungan. Kami akan buktikan di persidangan kalau itu. Kita tidak akan ungkap seperti apa. Kalau kita ungkap di persidangan, maka kita pembuktian di luar persidangan,” pungkasnya.

Kuasa Hukum Aruddini, Hutomo menerangkan, awalnya kliennya didampingi kuasa hukumnya pada tanggal 19-20 September 2023 melakukan siaran pers.

Rilis tersebut pun diterbitkan oleh media online Herald.ID dan Inikata Co.ID kemudian inilah dijadikan objek gugatan oleh para penggugat.

“Klien kami melakukan rilis karena jadi salah satu korban keputusan Pemprov Sulsel yang menonjobkan dan mutasi demosi beberapa stafnya sehingga klien kami merilis itu dan melakukan advokasi karena merasa korban terdampak,” jelasnya.

Kata dia, Herald.Id dan Inikata Co.ID digugat oleh para penggugat karena merasa merugikan penggugat karena beritanya diduga menghakimi dan tidak cover bootside.

Tapi menurut dia, hal tersebut merupakan upaya pembungkaman terhadap kebebasan pers dan narasumber adalah bentuk pembungkaman terhadap kebebasan berekspresi.

Dimana hal itu dijamin oleh HAM dan UUD 1945 bahwa negara Indonesia menjamin kebebasan berekspresi, termasuk kebebasan pers.

“Terkait klien kami jadi turut tergugat, menurut kami ini tidak berdasar karena secara UU pers klien kami adalah narasumber yang menjadi sumber berita. Dalam prespektif pers narasumber bagian dari perlindungan pers jadi mereka dilindungi juga karena mereka narasumber dari berita,” sambungnya.

Dia menilai kliennya jadi turut tergugat lantaran para penggugat menilai Aruddini tidak melawan hukum tetapi ditarik sebagai pihak yang berperan sebagai pelengkap dari gugatan.

Tapi itu tidak mendasar karena seharusnya klien kami tidak ditarik jadi turut tergugat karena klien kami sebagai narasumber,” tambahnya.

Menurutnya, gugatan dilakukan penggugat seharusnya hanya diselesaikan dengan mekanisme hak jawab dan hak koreksi.

Sebab, itu berdasarkan pasal 5 UU nomor 40 tahun 1999 tentang pers. Dalam UU perse tersebut telah ada mekanisme dan ruang bagi pihak merasa dirugikan untuk melakukan hak jawab dan koreksi.

“Seharusnya sampai di situ saja walaupun kami mengakui bahwa tetap ada hak bagi para penggugat untuk melakukan gugatan. Tapi ini soal pantas atau tidak pantas dan menurut kami upaya itu ditempuh melalui hak jawab dan hak koreksi saja,” pungkasnya.

Kasus gugatan yang dialami tergugat 3 dan 4 yakni Herlad.ID dan wartawannya Andi Anwar juga didampingi dan dikawal oleh LBH Pers Makassar bersama Koalisi Advokasi Jurnalis (KAJ) Sulawesi Selatan.

KAJ Sulawesi Selatan ini tergabung dari organisasi pers diantaranya, AJI Makassar, IJTI Sulsel, PFI Makassar, dan PJI Sulsel.