Sementara itu, Syamsul Bahri Majjaga dari KNPI Sulsel menegaskan bahwa pihaknya menolak pemberian kewenangan penuh kepada kejaksaan tanpa pengawasan ketat. “Kami di KNPI menolak RKUHAP dalam bentuknya saat ini. Kami siap memfasilitasi diskusi lanjutan agar mahasiswa dan akademisi bisa lebih mendalami isu ini,” tegasnya.

Rizki Ramadhani turut mengkritisi dampak dari perubahan ini. Ia menilai bahwa pemberian kewenangan penyidikan kepada kejaksaan dapat memunculkan dualisme dalam sistem peradilan pidana. “Selama ini penyidikan merupakan ranah kepolisian, yang sudah memiliki mekanisme pengawasan dan evaluasi. Jika kewenangan itu diberikan kepada kejaksaan tanpa persiapan matang, bisa saja justru menimbulkan ketidakpastian hukum,” katanya.

Diskusi Berlangsung Dinamis, Perlu Kajian Lebih Lanjut

Dalam sesi tanya jawab, peserta FGD menyoroti berbagai persoalan, termasuk potensi penyalahgunaan kewenangan, jaminan objektivitas jaksa dalam menangani perkara, serta mekanisme penyelesaian sengketa antara penyidik Polri dan kejaksaan.

Para narasumber sepakat bahwa sebelum disahkan, RKUHAP harus melewati kajian lebih mendalam agar tidak menimbulkan ketimpangan dalam sistem hukum pidana.

Diskusi ini ditutup pada pukul 15.20 WITA dengan penandatanganan berita acara. BEM Fakultas Hukum UMI menegaskan bahwa mereka akan terus mengawal isu ini sebagai bentuk partisipasi akademisi dalam menjaga prinsip keadilan dalam sistem hukum di Indonesia.

YouTube player