Abaikan Edaran Kementerian Rektor Unhas Terancam Digugat
MAKASSAR, RAKYAT NEWS – Pasca dikeluarkannya Surat Keputusan Rektor (SK) Nomor: 4884/UN4.I/KEP/2020, tanggal 21 September 2020, tentang: Penetapan Mahasiswa Program Doktor, Magister, Spesialis, dan Sarjana, Semester Akhir 2019/2020 dan Awal 2020/2021, Rektor Universitas Hasanuddin (Unhas), terancam digugat.
Rencana gugatan itu disampaikan Zulkarnain Hamson, mahasiswa program doktor yang namanya tercantum dalam SK Rektor Unhas, yang lebih populer dengan istilah Drop Out (DO). Kepada media di Warkop Sitaba Panakkukang Makassar, Senin 31 Maret 2021, mantan wartawan yang kini menjadi dosen di salah satu Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Makassar.
Rencana gugatan itu dikemukakan usai menjalani fasilitasi akhir dengan pihak Unhas, melalui Wakil Rektor (WR) III Unhas, bidang Kemahasiswaan dan Alumni, Prof. Arsunan Arsin, yang mempertemukan Zulkarnain Hamson, dengan WR I Unhas bidang Akademik, Prof. Restu. Dengan harapan SK Rektor Unhas, tidak diberlakukan dengan pertimbangan adanya mal administrasi.
Menurut Zulkarnain, setidaknya ada 4 poin yang mesti diklarifikasi pihak Unhas, sehingga dirinya sebagai pihak yang dirugikan bisa menerimanya. Adapun keempat poin itu adalah;
1. Pihak Unhas tidak mengeluarkan pemberitahuan kepada mahasiswa sebelum mengeluarkan SK itu;
2. Edaran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, yang meminta pimpinan PT tidak mengeluarkan SK Pemutusan Studi selama masa pandemi Covid-19;
3. Unhas tidak pernah memberikan tembusan SK Pemberhentian Studi, bahkan bersikeras menolak saat diminta salinannya;
4. Rektor dan jajarannya tidak membuka ruang dialog/komunikasi sampai pihak ketiga melakukan desakan untuk proses mediasi.
Untuk itu Zulkarnain memutuskan menempuh saluran hukum atau aturan yang tersedia dan diatur dalam ketentuan yang berlaku. Dari upaya mediasi melalui Komisi Ombudsman, dan terakhir upaya hukum, yang dinilainya bisa memenuhi harapan memperoleh keadilan atas keputusan Rektor Unhas itu. Menurutnya langkah itu bukan sesuatu yang berlebihan, mengingat ada ratusan mahasiswa yang mengalami nasib tragis akibat kebijakan yang tidak pro kemanusiaan itu.
Argumentasinya menurut Zulkarnain, saat pandemi seperti ini sisi kemanusiaan harus lebih dikedepankan ketimbang sekadar tertib administrasi, terlebih alasan Unhas melalui WR I, yang menyebutkan semua sudah berdasarkan sistem, justru tidak ditunjang dengan dukungan fakta yang cukup, diantaranya antara tanggal SK dengan sistem pembayaran SPP mahasiswa tidak sinkron, karena penagihan masih berlangsung sampai 15 Desember 2020.
Adapun alasan bahwa Unhas adalah Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH) secara logika tidak terlepas dari beban kerja pemerintah, sehingga sangat tidak rasional jika dikatakan dapat mengabaikan atau menolak edaran kementerian. Upayanya memperoleh kepastian hukum juga menjadi bagian dari menguji keputusan lembaga baik pemerintah maupun swasta atas layanan publik yang menimbulkan kerugian bagi masyarakat, atau pemakai jasa.
Ditegaskan Zulkarnain, bahwa semua upaya itu dilakukan semata demi memberikan peringatan pada para pengambil kebijakan dalam bidang pendidikan, bahwa alasan finansial tidak boleh dijadikan pembenaran dalam mematikan langkah dan daya upaya masyarakat untuk memperoleh pendidikan. Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, menjamin hak warganegara untuk memperoleh pendidikan, dengan demikian spiritnya bukan pada administrasi melainkan pada keinginan.
Zulkarnain telah menyelesaikan semua beban kuliah dan dalam proses pengajuan judul disertasi, saat SK DO Rektor Unhas diterbitkan. Menurutnya upaya ini bukan bentuk kebencian pada institusi yang melahirkannya menjadi sarjana komunikasi saat diundang tanpa tes sebagai mahasiswa Fisip Unhas tahun 1987, melalui jalur Penelusuran Minat dan Kemampuan (PMDK).(*)
Tinggalkan Balasan