GOWA, RAKYAT NEWS – Lembaga Antikorupi Sulsel (Laksus) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyelidiki dugaan penyimpangan dalam proses perizinan tambang di Kabupaten Gowa. Laksus menduga ada keterlibatan sistematis aparatur dalam kasus ini.

“KPK perlu untuk menyelidiki adanya dugaan kongkalikong dalam perizinan tambang di Gowa. Indikatornya jelas, aktivitas tambang itu dibiarkan berlangsung bertahun-tahun. Padahal, kerusakan yang ditimbulkan sudah sangat serius,” ujar Direktur Laksus Muhammad Ansar, Rabu (3/5/2023).

Eksplorasi tambang di Gowa tersebar di sejumlah titik. Salah satu yang menyita perhatian pegiat lingkungan adalah eksplorasi di kawasan Bendungan Bilibili yang kian marak.

Di wilayah ini, eksplorasi sudah berdampak sangat luas. Beberapa bangunan sand pocket dan sabodam yang merupakan konstruksi penguatan bendungan kini mengalami kerusakan parah.

Menurut Ansar, meski telah menimbulkan dampak serius, tidak ada upaya penyelamatan dari pemangku kepentingan.

“Pemkab Gowa sebagai penguasa wilayah diam saja. Pihak lembaga terkait seperti balai juga terkesan melakukan pembiaran. Ini kan jadi tanda tanya. Ada apa semua diam,” ketus Ansar.

Setali tiga uang kata Ansar, aparat kepolisian juga hampir tidak pernah bertindak. Padahal, kerusakan yang timbul akibat ekses eksplorasi tambang ini adalah tindak pidana kejahatan lingkungan.

“Kami menduga ada persekongkolan sistematis dari oknum aparat sehingga aktivitas ini langgeng dan tidak pernah tersentuh hukum. Saya menduga para pengusaha ini dibekingi aparat,” tegas Ansar.

Karena itu menurut Ansar, KPK perlu turun tangan untuk menyelidiki semua kemungkinan itu.

“KPK harus menelusuri siapa yang bermain. Penyelidikan harus menyeluruh. Mulai dari pemerintah Gowa, pengusaha, sampai lembaga berwenang pemberi izin. Sebab ini kejahatan berjenjang,” tandasnya.

Ansar juga menyoroti Bupati Gowa Adnan Purichta yang tidak melakukan proteksi terhadap kerusakan lingkungan yang terjadi. Padahal sebagai penguasa wilayah, Bupati harusnya menunjukkan komitmennya.

“Dalam perizinan memang bukan domain bupati. Tapi dia penguasa wilayah. Harusnya dia tegas terhadap proteksi penyelamatan lingkungan,” ucapnya.

Kata Ansar, bupati bisa menghentikan eksplorasi dengan pertimbangan terjadi kerusakan alam. Tetapi langkah itu tak dilakukan. (*)