RAKYAT NEWS, BANTAENG – Sidang praperadilan tersangka dugaan tindak pidana korupsi sekretariat DPRD Bantaeng 2019-2024, Hamsyah Ahmad memasuki hari ketiga digelar di ruang sidang Andi Mannappiang, Pengadilan Negeri Bantaeng, Kecamatan Bantaeng, Kamis (8/8).

Tak tanggung-tanggung, Tim Kuasa Hukum Hamsyah Ahmad sebagai pemohon menghadirkan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) RI 2014-2022, Prof Aswanto untuk menghadapi Kejaksaan Negeri Bantaeng sebagai termohon.

Kehadiran Mantan Wakil Ketua MK itu karena Prof Aswanto sendiri merupakan Guru besar Ilmu Pidana Universitas Hasanuddin. Ketua Tim Kuasa Hukum Hamsyah Ahmad, Dr Adeh Dwi Putra mengungkapkan ada yang menarik dalam persidangan tersebut.

“Menariknya, yang disampaikan ahli ini karena memang kalau terkait adanya kerugian negara itu semestinya memang harus ada audit dari BPK dulu, kalau berbicara kewenangan dan tugas fungsi masing-masing. kalau dari pihak kejaksaan masih berpegang teguh dengan keyakinannya mereka, tapi kami hargai. Kami juga sudah menerangkan, nanti kita lihat prosesnya karena ini kan tadi tahapan saksi ahli dari kami yang hadirkan. Besok itu agendanya dari pihak kejaksaan untuk menyampaikan saksi dari Kejaksaan,” kata dia.

Tim kuasa hukum Hamsyah Ahmad akan mengawal proses hukum tersebut sehingga berjalan sebagaimana mestinya.

“Insya Allah proses hukum ini tetap kita kawal dan tetap berjalan semestinya,” kata dia.

Adeh Dwi Putra menilai secara pandangan hukum proses penetapan tersangka ada sejumlah administrasi yang dianggap terlalu dini. Sehingga proses penetapan tersangkanya dipertanyakan sejumlah prosedur ada yang dilewatkan.

“Mungkin dari proses awal tahapan tersangka maksudnya kan kalau secara normatif pandangan orang awam harus dari proses awal dulu. Proses penyelidikan terus naik ke sidik tentunya ada mekanisme sebelum orang ditetapkan sebagai tersangka. Mestinya ada namanya SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan), Sprindik (Surat Perintah Penyidikan) yang turun itulah yang diulas oleh saksi ahli kami dan poin yang paling sangat penting itu adalah keterangan dari BPK karena itu menyangkut orang ditetapkan tersangka,” kata dia.

“Kejaksaan menetapkan tersangka katanya ada kerugian negara, sedangkan kerugian negara ini belum ada rilis resmi yang pasti dari lembaga dalam hal ini BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) yang punya kewenangan. Nah itulah yang membuat kami, mendorong kami untuk melakukan praperadilan,” kata dia.

Sementara itu, adik Hamsyah Ahmad, Rusdy mengungkapkan penetapan tersangka tidak sesuai dengan aturan yang ada. Bahkan permintaan penangguhan yang diminta pihak keluarga juga tidak dipersoalkan ketika tidak dapat diakomodir oleh Kejari Bantaeng.

“Kita juga terima kalau tidak bisa ditangguhkan ya proses semua yang pernah jadi pimpinan itu saja sesuai apa yang dituntut waktu aksi 29 Juli kemarin. Kalau memang tidak bisa ditangguhkan, proses semua yang pernah jadi pimpinan, karena pernah semua dijalani kan. PP nomor 18 itu kalau tidak salah dari 2017, Juni kalau tidak salah kenapa baru sekarang dipermasalahkan,” kata dia.

Bahkan, Rusdy mengungkapkan rumah jabatan pimpinan DPRD tidak pernah sama sekali ditinggali.

“Kalau berbicara tentang rumah dinas saya ini asli Bantaeng. Kalau di Bantaeng sini bahkan mungkin bukan saja lorong-lorong tikus bahkan lorong jalan saya tahu semua disini, tidak pernah sama sekali rumah jabatan itu ditinggali, baik sebelum kakak saya tidak pernah sama sekali, ya seingat saya tidak pernah,” ungkapnya.