RAKYAT NEWS, JAKARTA — Sidang sengketa pilkada Kabupaten Jeneponto kembali digelar di Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa (14/1/2025), dengan Ketua Majelis Hakim Saldi Isra memimpin jalannya sidang yang turut dihadiri dua anggota hakim lainnya, Ridwan Mansyur dan Arsul Sani.

Sidang ini mempertemukan penggugat pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Jeneponto, Sarif-Qalby, yang diwakili oleh kuasa hukum Eko Saputra, Anas Malik, dan tim. Sementara pihak termohon, yaitu Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jeneponto, diwakili oleh anggota KPU Ilham Hidayat.

Sidang tersebut membahas perkara sengketa hasil pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Jeneponto dengan nomor perkara 232/PHPU.BUP-XXIII/2025, yang berfokus pada dugaan pelanggaran dalam proses pemilu di wilayah tersebut. Salah satu pokok perkara adalah terkait tidak dilaksanakannya Pemungutan Suara Ulang (PSU) yang direkomendasikan oleh Bawaslu.

Eko Saputra, kuasa hukum penggugat, memaparkan bahwa dalam permohonan mereka terdapat permintaan pembatalan terhadap keputusan KPU Kabupaten Jeneponto tentang penetapan hasil pemilihan yang diumumkan pada 8 Desember 2024.

“Objek dalam permohonan perbaikan ini adalah pembatalan keputusan KPU Jeneponto nomor 799 tahun 2024 tentang penetapan hasil pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Jeneponto,” ujar Eko Saputra dalam sidang.

Salah satu isu utama yang diangkat dalam sidang ini adalah rekomendasi PSU dari Bawaslu Jeneponto, yang menurut penggugat, tidak dilaksanakan oleh KPU setempat. Ketua Majelis Hakim, Saldi Isra, langsung mempertanyakan hal ini kepada Ilham Hidayat, anggota komisioner KPU Jeneponto.

“KPU mana? Betul ada perintah dari Bawaslu untuk PSU? Anda jawab betul ya atau tidaknya,” tanya Saldi Isra.

Ilham Hidayat langsung menjawab, “Betul, telah keluar rekomendasi dari Panwas Kecamatan yang ditujukan kepada penyelenggara kami, PPK, untuk dilakukan PSU.”

Namun, Saldi Isra kembali mempertanyakan mengapa PSU tidak dilaksanakan meskipun ada rekomendasi dari Bawaslu.

“Kenapa tidak dilakukan PSU?” tanya Saldi lagi.

Ilham menjelaskan, “Terkait dua kecamatan, Bontoramba dan Kelara, berdasarkan temuan kami di satu TPS, hanya terdapat satu kasus pemilih.”

Saldi Isra menegaskan kembali bahwa PSU seharusnya dilakukan jika ada rekomendasi dari Bawaslu, dan meminta Bawaslu untuk menyinkronkan rekomendasi PSU tersebut.

“Saya minta Bawaslu untuk menyinkronkan rekomendasi PSU, apakah benar sudah dikeluarkan? Ini ada 10 rekomendasi yang tidak dilaksanakan. Alasan untuk tidak melaksanakan PSU akan dinilai nanti,” tegas Saldi.

Muhammad Alwi, Ketua Bawaslu Jeneponto, menjelaskan bahwa rekomendasi PSU yang dikeluarkan oleh Panwascam adalah untuk 13 TPS yang tersebar di lima kecamatan, namun hanya dua TPS yang ditindaklanjuti oleh KPU Jeneponto untuk dilaksanakan PSU.

“13 TPS dari lima kecamatan direkomendasikan untuk PSU, namun yang ditindaklanjuti KPU hanya dua TPS,” kata Muhammad Alwi.

Saldi Isra kemudian mengonfirmasi, “Jadi, 11 TPS lainnya tidak dilakukan PSU, ya?”

Ilham Hidayat menjawab, “Betul, yang 11 TPS itu tidak dilakukan PSU.”

Saldi Isra pun meminta agar informasi mengenai TPS yang tidak dilaksanakan PSU dicantumkan dalam permohonan yang diajukan oleh kuasa hukum pasangan Sarif-Qalby.

“Catatkan itu di permohonan, TPS mana saja yang tidak dilakukan PSU,” pungkas Saldi.

Sidang tersebut terus berlanjut dengan pembahasan lebih lanjut mengenai dugaan pelanggaran pemilu di Jeneponto dan upaya pemulihan hasil pemilihan yang dianggap cacat oleh penggugat. (*)