Mulyadi menjelaskan, ditemukan fakta dari hasil wawancara ke berbagai pihak, bahwa satu owner mempunyai puluhan sampai ratusan orang reseller, agen, distributor, stokis, stokis area, naster stokis, jenderal dan manager yang tersebar di seluruh wilayah NKRI.

“Berdasarkan hasil investigasi dengan metode wawancara khusus kota Makassar sudah ada 100 orang owner yang terbagi di beberapa tempat,” katanya.

Modus penjualan produk kecantikan tersebut dilakukan dengan memasang produk yang sudah mempunyai sertifikat BPOM. Namun yang dijual di pasaran adalah hasil racikan yang diracik sendiri dengan alat seadanya tanpa pengawasan dari ahli maupun dari institusi terkait.

“Tidak main-main karena satu owner memesan 10 produk yang dikemas dalam 3 s/d 5 kontainer. Bahwa untuk menghindari pembayaran pajak mereka (para owner kecantikan) tidak pernah mendaftarkan usahanya sebagai Badan Usaha sehingga tidak mempunyai Akte Pendirian Usaha, Izin Pendirian Usaha, Izin Produksi, Ijin Edar dan Izin Halal Haram, sehingga secara otomatis kantor pajak sulit melacak mereka,” tandas Mulyadi.

Mulyadi juga menjelaskan, para owner kecantikan tidak pernah dibebankan membayar pajak pembelian barang
walaupun mereka membeli produk kecantikan sampai berton-ton. Hal itu diduga karena pabrik kecantikan yang mensuplai bahan yang ada di pulau Jawa merupakan perusahaan abal-abal atau dengan kata lain tidak terdaftar, sehingga untuk mengelabui petugas, para owner tetap membeli produk yang telah mempunyai sertifikat BPOM.

“Karena itu kami mendesak pihak Direktorat Jenderal Pajak melalui Kantor Pajak Pratama Makassar, Kantor Pelayanan Pajak Makassar, KPP Madya Makassar dan Kantor Pengolahan Data Dokumen Perpajakan Makassar untuk melakukan penyidikan serta penyelidikan dengan pihak Aparat Hukum untuk membongkar sindikat kejahatan di bidang perpajakan yang merugikan keuangan negara ini. Semua owner kosmetik itu harus segera diperiksa,” imbuh Mulyadi. (*)