TORUT, RAKYAT NEWS – Direktur Lembaga Antikorupsi Sulsel (Laksus) Muhammad Ansar mengatakan, akan melaporkan proyek talud BPBD Toraja Utara di wilayah Karua ke Polda Sulsel. Ansar menyebut banyak potensi penyimpangan dalam proyek bernilai Rp8 miliar itu.

“Tim kami sudah mempelajari proyek itu. Simpulannya, ada potensi penyimpangan. Karenanya, kita akan laporkan,” tegas Ansar, Jumat (7/7/2023).

Menurut Ansar, ada beberapa poin yang akan disodorkan untuk ditelaah penyelidik. Pertama, ada dugaan pengalihan anggaran dari kegiatan bencana BPBD ke proyek talud. Kedua, soal rasionalisasi anggaran.

Ansar mengatakan, dengan nilai proyek Rp8 miliar, terlihat jomplang dengan hasil pengerjaan di lapangan.

“Sehingga itu harus ditelaah penyidik. Sebab antara nilai proyek dengan hasil yang ada di lapangan terlihat tidak rasional. Kita melihat ada potensi mark up di situ,” paparnya.

Soal dugaan kesalahan peruntukan, Ansar menjelaskan, bisa terjadi banyak pelanggaran di situ. Ia juga mempertanyakan korelasi proyek talud dengan BPBD yang secara teknis menangani kebencanaan.

“Lazimnya kalau talud kan dikerjakan oleh PUPR. Nah mengapa ini dikerjakan oleh BPBD. Di sinilah muncul dugaan salah sasaran. Atau ada pengalihan anggaran secara tidak wajar. Ini nanti akan jadi domain penyidik,” tampaknya.

Penyidik kata Ansar, akan menelusuri nanti alasan pengalihan itu. Apakah ada penyalahgunaan wewenang di dalamnya atau tidak.

“Semua itu akan diusut,” selanya.

Selanjutnya, Ansar juga meminta penyidik menyelidiki siapa di belakang proyek ini. Jangan sampai justru melibatkan keluarga pejabat Torut. Sebab ada dugaan proyek proyek besar di Torut dikendalikan orang tertentu dari lingkungan birokrasi.

“Inikan masih praduga, tapi akan kami masukkan sebagai poin dalam laporan kami. Biar penyidik yang membuktikannya,” imbuh Ansar.

Sebelumnya, proyek talud di Karua, Toraja Utara, dipertanyakan banyak pihak. Anggaran proyek yang diestimasi mencapai Rp8 miliar diduga salah peruntukan.

“Proyeknya salah sasaran. Anggaran proyek ini sebenarnya untuk penanggulangan bencana. Tapi justru dialihkan untuk pembuatan irigasi,” ujar sumber Pedoman Media di Toraja Utara, Kamis (6/7/2023).

Ia menyebut, ada pengalihan anggaran secara sepihak yang dilakukan BPBD. Ia juga mempertanyakan nilai anggaran yang sangat fantastis. Tidak korelatif dengan hasil pengerjaan di lapangan.

“Anda boleh lihat sendiri bagaimana realisasinya di lapangan. Ini proyek mirip mirip irigasi kecil. Tapi anggarannya luar biasa besar. Sampai Rp8 miliar,” tuturnya.

Karena itu, proyek ini disebut salah sasaran.

“Iya salah sasaran. Masa BPBD mengerjakan proyek irigasi. Itukan ranahnya PUPR. Anggaran Rp8 miliar mestinya untuk bencana,” tandasnya.

Kepala BPBD Torut Alexander Limbong Tiku yang dikonfirmasi terpisah membantah proyek tersebut disebut irigasi. Menurutnya, proyek yang ia gulirkan di Karua adalah pengendali air.

“Oh tidak ada irigasi, tidak ada pembuatan irigasi di atas. Ada pimpronya ini. Yang benar pengendali air,” ujar Alexander, Kamis (06/7/2023).

PPK BPBD Torut, Irwan membenarkan proyek tersebut bukan irigasi.

“Itu yang dibuat di atas itu kan ini pengendali air, bukan Irigasi. Kan kalau irigasi tidak mungkin kita buat begitu. Kalau tidak dibuat begitu air akan selalu meluber di jalan, itu yang menyebabkan banyak rubuh jalan di Karua itu,” ujar Irwan.

Dikatakan Irwan, anggaran proyek bersumber dari APBD 2022, dan di kerjakan pada bulan Maret.

“Dari APBD Toraja Utara, tahun anggaran 2022, dari mulai bulan Maret,” kata Irwan.

Lanjut dia, yang mengerjakan proyek itu adalah perusahaan berstatus CV. Ada beberapa CV yang terlibat di dalamnya. Dikarenakan proyek tersebut terdiri atas banyak item.

“Ada talud penahan air, gorong-gorong, ada macam-macam item. Total keseluruhan anggaran Rp8 miliar,” ucap Irwan. (*)