RAKYAT NEWS, JAKARTA – Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengambil langkah tegas dengan menonaktifkan 11 pejabat di Kementerian Pertanian (Kementan) dan memasukkan empat perusahaan pupuk ke daftar hitam karena terbukti mengedarkan pupuk palsu.

Langkah ini bertujuan untuk memberantas korupsi dan mafia di sektor pertanian serta melindungi petani dari kerugian besar.

Amran mengungkapkan, empat perusahaan pupuk jenis NPK tersebut dinyatakan bersalah setelah hasil pengujian laboratorium menunjukkan kandungan NPK di bawah standar, bahkan ada yang mendekati nol persen.

Keempat perusahaan tersebut akan diproses hukum, sementara 23 perusahaan lainnya yang produknya tidak sesuai spesifikasi juga sedang dievaluasi.

“Empat perusahaan ini kami blacklist, kemudian berkasnya kami kirim ke penegak hukum. Selain itu, ada 23 perusahaan lain yang produknya tidak memenuhi spesifikasi yang ditetapkan. Itu juga kami akan proses, di Irjen, kalau memang terbukti bersalah, juga kami kirim ke penegak hukum,” kata Amran, Selasa (26/11/2024).

Menurutnya, pupuk palsu dan pupuk dengan kualitas rendah ini sangat merugikan petani. Potensi kerugian akibat pupuk palsu mencapai Rp600 miliar, sementara pupuk berkualitas rendah berpotensi menimbulkan kerugian hingga Rp3,2 triliun.

“Bayangkan, petani mengeluarkan biaya pengolahan tanah, pembibitan, pupuk, dan seterusnya itu kurang lebih Rp19 juta per hektare, tapi hasilnya gagal karena pupuk palsu dan pupuk yang tidak sesuai standar. Ini sangat tidak beradab,” tegasnya.

Ia menyebutkan kerugian akibat pupuk palsu mencapai Rp600 miliar, sementara pupuk berkualitas rendah merugikan hingga Rp3,2 triliun.

Hal ini berdampak signifikan bagi petani, terutama karena biaya per hektare untuk produksi mencapai Rp19 juta, yang menjadi sia-sia jika menggunakan pupuk yang tidak sesuai standar.

Sebanyak 11 pejabat Kementan, termasuk direktur, pejabat eselon 2 dan 3, serta staf terkait pengadaan pupuk, telah dinonaktifkan. Amran juga membuka kemungkinan menyerahkan kasus mereka kepada aparat penegak hukum.

YouTube player