RAKYAT NEWS, JAKARTA – Terdakwa dugaan kasus korupsi timah, Suwito Gunawan menegaskan bahwa dia bukan koruptor dan dia memohon untuk diperlakukan dengan adil saat dia menyampaikan pleidoi di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada Senin (16/12/2024).

“Saya bukan koruptor. Saya mohon keadilan,” kata Suwito Gunawan saat membacakan nota pembelaan atau pleidoi pribadinya di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jalan Bungur Raya, Jakpus, Senin (16/12/2024).

Dalam persidangan kasus dugaan korupsi pengelolaan timah, Suwito Gunawan yang juga dikenal sebagai Awi, mengekspresikan ketidakpuasannya atas tuntutan 14 tahun penjara yang dia terima.

Selain itu, sebagai pemilik sah PT Stanindo Inti Perkasa (PT SIP), dia juga kecewa dengan tuntutan membayar uang pengganti sebesar Rp 2,2 triliun.

Dia juga membantah tuduhan pencucian uang, dengan mengklaim bahwa selama ini tidak ada keluhan terhadap kinerjanya.

“Mohon menjadi perhatian bagi Majelis Hakim yang Mulia, bahwa saya sebagai pengusaha asli putra daerah Bangka, bekerja dari tahun 1979 sampai 2024, selama 45 tahun, selalu bertekat bekerja dengan jujur dan beritikad baik. Terbukti dengan tidak adanya komplain atau teguran atas pekerjaan yang saya lakukan,” ujarnya.

Menurut Suwito, PT SIP mendapatkan kontrak kerja dengan PT Timah karena memiliki peralatan peleburan dan perijinan yang memenuhi standar yang ditetapkan.

Dia menegaskan bahwa PT SIP hanya menjalankan pekerjaan sesuai dengan apa yang disepakati dalam surat perjanjian.

“PT SIP mendapatkan kontrak kerja dengan PT Timah Tbk bukan karena dari pihak lain. Itu karena peralatan dan perijinan kami miliki adalah memadai memenuhi persyaratan dengan hasil balok Timah standar LME. PT SIP tidak ada kerja sama apapun dalam melaksanakan pekerjaan dengan smelter lain, apalagi yang merugikan PT Timah Tbk. PT SIP telah melaksanakan pekerjaan dengan sesuai dengan yang tercantum dalam surat-surat perjanjian,” ujarnya.

Suwito juga menyatakan bahwa PT SIP tidak diberitahu tentang aturan UU Pertambangan oleh PT Timah dan bahwa mereka mengikuti ketentuan dalam surat perjanjian kerja sama.

“PT SIP tidak mengetahui dan tidak dijelaskan aturan UU Pertambangan oleh PT Timah Tbk tersebut. IUP (ijin usaha pertambangan) PT SIP adalah IUP Laut. Pada waktu kerja sama dengan PT Timah Tbk tersebut, PT SIP tidak melakukan penambangan dan tidak melakukan pengespotan timah,” kata Suwito.

“Undangan meeting dengan PT Timah Tbk untuk perubahan harga harus SIP hadirin karena telah menerima kontrak pekerjaan tersebut. Bukan berarti PT SIP melakukan perbuatan korupsi,” imbuhnya.

Terkait dugaan penerimaan dana corporate social responsibility (CSR) yang diminta oleh Terdakwa Harvey Moeis, Suwito menyatakan bahwa mereka harus mengikuti permintaan tersebut dan bukan berarti melakukan tindakan korupsi.

“Sumbangan untuk kesejahteraan rakyat yang dikumpulkan Pak Harvey Moeis katanya sesuai inisiasi dari Kapolda Bangka pada waktu itu. Mau tidak mau, kami harus mengikuti, memberi dan tidak berani menolak atau melawan. Bukan berarti PT SIP melakukan perbuatan pidana korupsi. Maka saya sebagai terdakwa sangat kecewa dengan tuntutan yang terjadi,” tuturnya.

Suwito juga mencatat bahwa upah yang diterima PT SIP hanya Rp 486 miliar dan bahwa dia tidak pernah diminta klarifikasi oleh jaksa terkait perhitungan uang pengganti sebesar Rp 2,2 triliun yang diajukan dalam surat tuntutan.

“Saya didakwa untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 2,2 triliun. Sedangkan untuk PT SIP sendiri hanya menerima upah sewa peralatan perleburan dan fasilitas smelter sebesar Rp 486 miliar saja. Di mana semua hasil balok Timah diterima oleh PT Timah, bukan PT SIP. Bahkan sampai dengan saat ini juga saya tidak pernah dimintakan klarifikasi dari pihak penuntut umum berkait penghitungan Rp 2,2 triliun tersebut,” kata Suwito.

“Demi keadilan, apabila memang saya diwajibkan untuk menanggung pengganti sebesar Rp 2,2 triliun, maka seluruh balok Timah yang saya sudah kirimkan melalui SIP kepada PT Timah, Tbk juga harus dikembalikan kepada saya. Karena terbukti PT Timah sendiri telah mendapatkan untung dari hasil ekspor yang dilakukan, di mana logam timahnya berasal dari SIP,” imbuhnya.

Terakhir, Suwito memohon agar majelis hakim mempertimbangkan penyitaan aset miliknya, menyatakan bahwa sebagian aset tersebut diperoleh sebelum kerja sama dengan PT Timah dan aset milik istrinya yang disita tidak ada kaitannya dengan kasus ini.

“Hanya Tuhan yang bisa membantu saya melalui Majelis Hakim Yang Mulia. Untuk dapat menegakkan keadilan dalam memberikan keputusan bebas atau seiringan dengannya kepada saya, mengingat usia saya yang saat ini sudah unsur,” ujar Suwito sambil menangis.

YouTube player