Hal itulah yang menjadi pertimbangan bagi Kejaksaan Negeri Jeneponto untuk menunjuk desa tersebut sebagai desa percontohan untuk melaksanakan kegiatan restorative justice tersebut.

Rakyat News

Mantan Koordinator Pidsus Kejati Sumsel itu menyebutkan bahwa tujuan membangun kampung restorative justice untuk lebih memberikan rasa keadilan di tengah masyarakat dan dalam penerapannya dilakukan secara baik dan profesional.

Jaksa Agung RI bahkan telah menerbitkan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif. Aturan tersebut memungkinkan penuntutan kasus pidana yang ringan tak dilanjutkan apabila memenuhi sejumlah persyaratan.

Dalam Pasal 5 disebutkan bahwa perkara dapat dihentikan apabila tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana dan hanya diancam dengan pidana denda atau pidana penjara tidak lebih dari 5 tahun. Selain itu, nilai barang bukti atau kerugian yang ditimbulkan akibat tindak pidana tidak lebih dari Rp2,5 juta.

Selama ini, upaya penegakan hukum masih mengutamakan aspek kepastian hukum dan legalitas formal dibandingkan dengan keadilan yang substansial bagi masyarakat. Sehingga, banyak masyarakat yang memandang penegakan hukum itu seperti pisau yang tajam ke bawah namun tumpul ke atas, papar Kajari Susanto.

Di akhir acara, Bupati Jeneponto Iksan Iskandar didampingi Kajari Jeneponto Susanto Gani, SH, Dandim 1425 Letkol Inf Gustiawan Ferdianto, Kasat Reskrim Polres Jeneponto AKP Hambali meresmikan Baruga Adhyaksa Kejaksaan Negeri Jeneponto yakni Balla A”bulosibatang (Passibajikang) di Desa Bulo-Bulo, Kecamatan Arungkeke.

Turut hadir yakni Asisten I Pemkab Jeneponto Mustakbiring, sejumlah pimpinan OPD, para Kasi Kejari Jeneponto, Ketua STAI DDI Jeneponto Zaenal Tutu, Camat Arungkeke Alamsyah, Kapolsek Arungkeke, Kades Bulo-Bulo Andi Asrir Indra Jaya, SH serta tokoh masyarakat, tokoh agama dan tokoh adat setempat. (*)