Tersangka H juga kemudian mendampingi calon debitur pada saat dilakukan OTS ke lokasi usaha dan tempat tinggal debitur yang telah diatur sebelumnya.

Bahwa Setelah kredit diputus, pencairan kredit nasabah dilakukan penarikan tunai atau melakukan penarikan agen brilink yang ditunjuk oleh Calo, atau menyerahkan buku tabungan dan ATM kepada calo, tidak hanya sampai disitu tersangka H juga meminta imbalan/ fee secara tunai dari setiap pencairan kredit nasabah yang dipinjam identitasnya yaitu sebesar 10 % dari plafond kredit.

Selanjutnya, urai Kasi Penkum Kejati Sulsel Soetarmi SH.,MH., Terdapat 27 rekening KUR dengan menggunakan nama orang lain yang digunakan oleh Tersangka H termasuk pemenuhan dokumen pengajuan kredit dan agunan kredit serta Kartu ATM dan Buku Tabungan dikuasai oleh tersangka H dengan total kerugian Rp. 818.581.105,- (delapan ratus delapan belas juta lima ratus delapan uluh satu ribu seratus lima rupiah).

Terdapat 11 rekening KUR digunakan oleh pihak ketiga (calo) An. Tersangka MS dengan total kerugian Rp.319.252.479,- (Tiga ratus sembilan belas juta dua ratus lima puluh dua ribu empat ratus tujuh puluh sembilan rupiah);

Terdapat 10 (sepuluh) rekening KUR digunakan oleh pihak ketiga (calo) An. Tersangka SM dengan total kerugian Rp.286.301.740,- (dua ratus delapan puluh enam juta tiga ratus satu ribu tujuh ratus empat puluh rupiah);

Terdapat 4 (empat) rekening KUR digunakan oleh pihak ketiga (calo) An. Tersangka S dengan total kerugian Rp. 134.523.522,- (seratus tiga puluh empat juta lima ratus dua puluh tiga ribu lima ratus dua puluh dua rupiah).

Bahwa terhadap pengajuan kredit oleh Tersangka FF disusun analisis kelayakan dengan pendekatan 5 C (watak, kemampuan, modal, kondisi/prospek usaha dan agunan kredit) kemudian di input dalam aplikasi dimana data kegiatan usaha yang dimasukkan ke dalam aplikasi tidak mencerminkan keadaan kegiatan usaha nasabah yang sebenarnya sebab tidak pernah dilakukan wawancara mengenai usaha, omzet, laba, dsb terhadap debitur.