MAKASSAR – Pasca penetapan tersangka dalam kasus kematian Almarhum Virendy Marjefy Wehantow (19), mahasiswa Fakultas Teknik (FT) Arsitektur Universitas Hasanuddin (Unhas) saat mengikuti kegiatan Pendidikan Dasar dan Orientasi Medan (Diksar dan Ormed) XXVII UKM Mapala 09 Senat Mahasiswa FT Unhas.

Sejumlah kejanggalan dalam penetapan tersangka tersebut dan pasal pidana yang dikenakan terhadap para tersangka cukup membuat publik bertanya-tanya dan menjadi sorotan masyarakat secara luas.

Hal itu dikemukakan kuasa hukum keluarga Almarhum Virendy, Yodi Kristianto, SH, MH ketika menjawab pertanyaan awak media saat dihubungi via telepon selulernya, Senin (12/06/2023) malam terkait perkembangan penanganan kasus yang sudah 5 bulan berjalan dan masih dalam tahap penyidikan aparat Kepolisian Resor (Polres) Maros.

Salah satu yang menjadi sorotan pihak kuasa hukum adalah pasal tindak pidana kelalaian yang mengakibatkan mati, yang dikenakan kepada Ketua UKM Mapala 09 FT Unhas dan Ketua Panitia Diksar & Ormed XXVII UKM Mapala 09 FT UH.

Pihak Penyidik Polres Maros dalam beberapa pemberitaan di media nasional awalnya menyatakan bahwa para tersangka dikenakan pasal tindak pidana kelalaian dan ancaman hukuman satu tahun kurungan, padahal faktanya tindak pidana kelalaian yang dimaksud juga memuat ancaman pidana penjara lima tahun.

Hal tersebut yang membuat publik gerah dan menanyakan secara langsung kepada kami perihal penetapan tersangka.

Kemudian kami mendapatkan informasi bahwa para tersangka juga dikenakan pasal tindak pidana penganiayaan setelah tekanan publik yang begitu besar dalam kasus ini.

Tetapi ada hal yang lebih penting dalam kasus ini, pihak kepolisian mengabaikan prosedur awal penanganan perkara yaitu hasil visum yang sejatinya menjadi acuan utama dalam penetapan tersangka, demikian juga soal penetapan tersangka tindak pidana kelalaian yang hanya menyeret Ketua Mapala dan Ketua Panitia Diksar.