Pada putusan kasasi yang dibacakan pada 28 November 2024, Mahkamah Agung menolak permohonan kasasi dari Jaksa Penuntut Umum dan mengubah vonis yang sebelumnya dijatuhkan oleh Pengadilan Tinggi Makassar. Fatmawati dijatuhi hukuman penjara selama 2 tahun.

“Namun keputusan ini tidak mencantumkan perintah agar Fatmawati tetap dalam tahanan,” berang Rianto

Menurutnya, putusan tersebut menimbulkan kebingungannya tersendiri, karena dalam putusan tingkat banding sebelumnya, Pengadilan Tinggi Makassar memutuskan agar Fatmawati tetap dalam tahanan kota. Namun, Mahkamah Agung tidak memberikan instruksi serupa, yang membuat eksekusi putusan menjadi tidak jelas.

Rianto mengelaborasi bahwa Kejaksaan Negeri Makassar kemudian melaksanakan eksekusi dengan memasukkan Fatmawati kembali ke dalam tahanan Lapas Kelas II A Wanita Sungguminasa. Tim Hukum Fatmawati menyatakan bahwa eksekusi ini bertentangan dengan prinsip legalitas dalam hukum pidana yang mengharuskan adanya kepastian hukum dan klarifikasi dalam setiap amar putusan.

Menurut advokat Rianto, tindakan Jaksa Rahmawati Azis dalam memaksakan eksekusi ini sebagai pelaksanaan putusan yang berkekuatan hukum tetap merupakan sebuah kesewenang-wenangan dan tidak sesuai dengan hukum yang berlaku.

“Langkah tersebut melanggar hak-hak terpidana dan mengancam prinsip due process of law,” tukasnya

Dalam surat keberatan yang diajukan, Tim Hukum Fatmawati yang dipimpin Akhmad Rianto menekankan bahwa eksekusi ini bertentangan dengan Pasal 197 ayat 1 dan 2 KUHAP, yang menyatakan bahwa jika putusan pemidanaan tidak memenuhi ketentuan yang jelas, maka putusan tersebut tidak dapat dilaksanakan. Oleh karena itu, mereka meminta Kejaksaan Negeri Makassar untuk menangguhkan eksekusi ini hingga ada penjelasan resmi terkait status hukum Fatmawati.

Rianto juga menambahkan bahwa prinsip pemidanaan bukan hanya untuk menghukum, tetapi juga untuk memberikan manfaat kepada masyarakat. Oleh karena itu, mereka berpendapat bahwa kasus ini seharusnya bisa diselesaikan dengan pendekatan yang lebih bijaksana dan berbasis pada asas restoratif justice.

YouTube player