Tapi menurut dia, hal tersebut merupakan upaya pembungkaman terhadap kebebasan pers dan narasumber adalah bentuk pembungkaman terhadap kebebasan berekspresi.

Dimana hal itu dijamin oleh HAM dan UUD 1945 bahwa negara Indonesia menjamin kebebasan berekspresi, termasuk kebebasan pers.

“Terkait klien kami jadi turut tergugat, menurut kami ini tidak berdasar karena secara UU pers klien kami adalah narasumber yang menjadi sumber berita. Dalam prespektif pers narasumber bagian dari perlindungan pers jadi mereka dilindungi juga karena mereka narasumber dari berita,” sambungnya.

Dia menilai kliennya jadi turut tergugat lantaran para penggugat menilai Aruddini tidak melawan hukum tetapi ditarik sebagai pihak yang berperan sebagai pelengkap dari gugatan.

Tapi itu tidak mendasar karena seharusnya klien kami tidak ditarik jadi turut tergugat karena klien kami sebagai narasumber,” tambahnya.

Menurutnya, gugatan dilakukan penggugat seharusnya hanya diselesaikan dengan mekanisme hak jawab dan hak koreksi.

Sebab, itu berdasarkan pasal 5 UU nomor 40 tahun 1999 tentang pers. Dalam UU perse tersebut telah ada mekanisme dan ruang bagi pihak merasa dirugikan untuk melakukan hak jawab dan koreksi.

“Seharusnya sampai di situ saja walaupun kami mengakui bahwa tetap ada hak bagi para penggugat untuk melakukan gugatan. Tapi ini soal pantas atau tidak pantas dan menurut kami upaya itu ditempuh melalui hak jawab dan hak koreksi saja,” pungkasnya.

Kasus gugatan yang dialami tergugat 3 dan 4 yakni Herlad.ID dan wartawannya Andi Anwar juga didampingi dan dikawal oleh LBH Pers Makassar bersama Koalisi Advokasi Jurnalis (KAJ) Sulawesi Selatan.

KAJ Sulawesi Selatan ini tergabung dari organisasi pers diantaranya, AJI Makassar, IJTI Sulsel, PFI Makassar, dan PJI Sulsel.