RAKYAT.NEWS, AMSTERDAM – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Republik Indonesia (Menko Polhukam RI), Mahmud MD menyebut yang menentukan ada terjadi pelanggaran Hak asasi manusia (HAM) berat atau tidak hanya diputuskan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).

Menurutnya, tidak boleh ada orang lain yang menentukan bahwa suatu kejadian langsung pelanggaran HAM.

“Kalau Komnas HAM belum menyelidiki dan memutuskan kita tidak bisa menentukan,” kutip Mahmud MD dalam Zoom Mett agenda pertemuan Menko Polhukam RI dengan Korban Pelanggaran HAM yang berat di Luar Negeri di Amsterdam pada Minggu, (27/8/2023).

Sebagai contoh, kata Mahmud MD, Tragedi Stadion Kanjuruhan Malang pasca pertandingan Arema FC vs Persebaya yang menyebabkan 159 orang korban meninggal dunia, tetapi setelah diselidiki ternyata bukan pelanggaran HAM berat.

“Iya ada kejahatan, tapi kejahatan berat dengan pelangaran HAM berat. Kasus Kanjuruhan itu menurut Komnas HAM bukan Pelangaran HAM berat,” ungkap dia.

Intinya, ia menilai kejahatan berat itu kejahatan yang tidak menggunakan dan melibatkan struktur secara sistematis dan masif.

Karena, Mahmud MD menganggap pelanggaran HAM berat itu, jika dilakukan oleh aparat resmi dan pemerintah.

“Polri dari Kapolres, Kapolda, Kodam, pangdam, Bupati, camat yang sengaja melakukan atau memerintahkan pelangaran hukum, maka disebut pelangaran HAM berat, dan kita mengambil dari hukum internasional bahwa pelanggaran HAM berat hanya di tetapkan Komnas HAM,” tandasnya.

Ia merinci, adapun yang melakukan penyidikan tentang pelanggaran HAM di lakukan penuntutan dari Jaksa Agung RI dan di putuskan oleh pengadilan HAM ad hoc.

“Pengadilan HAM ad hoc yaitu untuk mengadili pelanggaran HAM pada tahun 2000 dan tahun sebelumnya.Kalau sesudah tahun 2000 pengadilan HAM biasa, kan banyak nih pelanggaran HAM di bawah tahun 2000 jadi nanti di bahas DPR, Komnas HAM, dan Jaksa Agung RI,” tutur, Mahfud MD.